PENALARAN DEDUKTIF
Kelompok:
Alexander Anindya Krisnawan - 10112594
Dwi Apriyanto - 12112270
Lucky Saputra - 14112252
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014/2015
PENALARAN
DEDUKTIF, SILOGISME, ENTIMEN
Dalam
berbahasa sehari-hari ataupun secara formal, dalam bentuk tulisan maupun lisan,
pernalaran yang tepat perlu digunakan. Khususnya dalam penulisan, kita harus
berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya
supaya bisa menarik kesimpulan yang tepat. Cara menarik kesimpulan dari
pernalaran dibagi menjadi dua, yaitu pernalaran deduktif dan pernalaran
induktif. Namun pada kesempatan ini saya hanya akan mengulas mengenai
pernalaran deduktif dan bentuk-bentuknya (silogisme dan entimen).
PERNALARAN
DEDUKTIF
Pernalaran
deduktif merupakan metode untuk menarik kesimpulan dengan menhubungkan
data-data yang bersifat umum, kemudian dijadikan suatu simpulan atau fakta yang
khusus.
Contoh:
Premis 1 = Semua makhluk adalah ciptaan Tuhan.
(U)
Premis 2 = Manusia adalah makhluk hidup. (U)
Simpulan = Manusia adalah makhluk ciptaan
Tuhan. (K)
Dapat
dilihat dari contoh diatas bahwa pernalaran ini dimulai dengan suatu premis
(pernyataan dasar) untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan
implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam
kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan tersebut. Jadi
sebenarnya proses deduksi ini tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru,
melainkan pernyataan kesimpulan yang konsisten berdasarkan pernyataan dasarnya.
Menurut bentuknya, pernalaran deduktif dibagi
menjadi dua yaitu:
Silogisme, dan Entimen.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau
menarik simpulan yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan.
Silogisme merupakan suatu cara pernalaran yang formal. Namun, bentuk pernalaran
ini jarang dilakukan dalam komunikasi sehari-hari. Yang sering dijumpai
hanyalah pemakaian polanya, meskipun secara tidak sadar.
Contoh pola silogisme yang standar:
(A) Premis mayor = Semua manusia
akan mati.
(B) Premis minor = Si A adalah
manusia.
(C) Simpulan = Si A akan mati.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan:
Jika A=B dan B=C maka A=C
Silogisme terdiri dari:
·
Silogisme Kategorial
·
Silogisme Hipotesis
·
Silogisme Disjungtif
Silogisme Kategorial
Adalah
silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung
silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis
mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang
termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut
adalah term penengah (middle term).
Adapun menurut KBBI
simpulan berdasarkan silogisme kategorial adalah keputusan yg sama sekali tanpa
berdasarkan syarat.
Contoh:
Premis mayor
= Semua makhluk hidup membutuhkanoksigen.
(Middle term) (Predikat)
Premis minor
= Manusia adalah makhluk hidup.
(Subjek)
(Middle term)
Simpulan
= Manusia membutuhkan oksigen.
(Subjek) (Predikat)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan
proposisi:
1. Apabila salah satu premis partikular,
maka kesimpulannya harus partikular juga.
Contoh:
Semua yang halal
dimakan menyehatkan.
Sebagian makanan tidak
menyehatkan.
Sebagian makanan tidak
halal dimakan.
Jadi, bentuk silogisme
ini menarik simpulan yang terbatas untuk sebagian lingkungan dari suatu subjek.
2. Apabila salah satu premis negative,
maka kesimpulannya harus negatif juga.
Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat
melakukan korupsi.
Sebagian pejabat tidak disenangi.
3. Dari dua premis yang sama-sama particular
tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa orang kaya
kikir.
Beberapa pedagang
adalah kaya.
Beberapa pedagang
adalah kikir
4. Dua
premis yang sama-sama negatif tidak sah diambil kesimpulan karena tidak ada
mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat
diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga
mawar
Kucing bukan bunga
mawar
(Tidak ada kesimpulan)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan
term:
1. Setidaknya satu term menengah harus
tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term penengahnya tidak tertebar
akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
Contoh:
Semua
ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah
dingin.
Binatang ini adalah
ikan.
2. Term predikat
dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya.
Bila tidak, kesimpulan menjadi salah.
Contoh:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Kambing bukan binatang.
3. Term penengah
harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term
penengah bermakna ganda, kesimpulan akan menjadi lain.
Contoh:
Bulan itu bersinar di
langit.
Januari adalah bulan.
Januari bersinar di
langit.
4. Silogisme harus terdiri dari tiga term,
yaitu term subyek, term predikat dan term penengah. Apabila hanya terdiri dari
sebuah term dan dua buah term atau melebihi dari tiga term, maka tidak bisa
diambil kesimpulan.
Silogisme Hipotesis
Silogisme
hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Adapun menurut KBBI
silogisme hipotesis merupakan penarikan simpulan atau keputusan yg
kebenarannya berdasarkan syarat tertentu.
Macam-macam tipe silogisme hipotesis:
1. Premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Jika hujan, saya naik
becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila hujan, bumi akan
basah.
Sekarang bumi telah
basah.
Jadi hujan telah turun.
3. Premis minornya mengingkari
antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah
dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan
tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak
akan timbul.
4. Premis minornya mengingkari bagian
konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke
jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak
gelisah.
Jadi mahasiswa tidak
turun ke jalanan.
Silogisme Disjungtif
Adalah
silogisme yang premis mayornya keputusan disjungtif sedangkan premis minornya
kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut
oleh premis mayor. Adapun menurut KBBI silogisme disjungtif ini merupakan
penarikan simpulan atau keputusan berdasarkan beberapa kemungkinan
kebenaran pernyataan, tetapi hanya salah satu pernyataan yg benar. Silogisme
ini terdiri dari dua macam: silogisme disjungtif dalam arti sempit dan
silogisme disjungtif dalam arti luas.
Silogisme disjungtif
dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh:
la lulus atau tidak
lulus.
Ternyata ia lulus.
la bukan tidak lulus.
Silogisme disjungtif
dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif.
Contoh:
Hasan berada di rumah
atau di pasar.
Ternyata tidak di
rumah.
Jadi Hasan berada di
pasar.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti
luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari salah satu
alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain.
Contoh:
Ia berada di luar atau
di dalam.
Ternyata tidak berada
di luar.
Jadi ia berada di
dalam.
Ia berada di luar atau
di dalam.
Ternyata tidak berada
di dalam.
Jadi ia berada di luar.
2) Premis minor mengakui salah satu alternatif,
kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain.
Contoh:
Budi di masjid atau di
sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di
sekolah.
Hukum-hukum Silogisme Disjungtif:
1. Silogisme disjungtif dalam arti sempit,
konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
Contoh:
Hasan berbaju putih
atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak
berbaju putih.
Atau:
Hasan berbaju putih
atau tidak putih.
Ternyata ia tidak
berbaju putih.
Jadi ia berbaju
non-putih.
2. Silogisme disjungtif dalam arti luas.
a. Bila premis minor mengakui salah satu
alterna konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau
pelaut.
la adalah guru.
Jadi Budi bukan pelaut.
b. Bila premis minor mengingkari salah satu
alterna konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke
Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke
Yogya.
Jadi ia lari ke Solo.
(Bisa jadi ia lari ke kota lain).
Entimen
Praktek
nyata berbahasa dengan pola silogisme memang jarang dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari, baik tulisan maupun lisan. Namun entimen (yang pada dasarnya
adalah pola silogisme) sering dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen salah
satu premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama
diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
- Menipu adalah dosa.
>> Kesimpulan
- Karena (menipu)
merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat khusus.
Dalam
kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk
melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum,
jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan
menemukan premis mayornya: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk
mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu simpulannya. Kata-kata
yang menandakan simpulan ialah kata-kata seperti: jadi, maka, karena itu,
dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang
dihilangkan.
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar