Rabu, 09 April 2014

Kontribusi Pemilu Terhadap Ekonomi Makin Berkurang

Jakarta -Pemilu tahun ini diprakirakan tidak seramai ketika pemilu tahun 2004 dan 2009. Walaupun begitu, diharapkan kualitas caleg dan capres yang terpilih semakin meningkat kualitasnya. 

Ekonom yang juga Dosen Program Studi Magister Akuntansi FEUI Muslimin Anwar mengungkapkan setidaknya ada delapan faktor pemicunya menurunnya kontribusi Pemilu 2014 terhadap ekonomi nasional. 

Pertama, masyarakat semakin bertambah cerdas memaknai pesta demokrasi paska reformasi 1998. Setelah tiga kali digelar pemilu, masyarakat semakin berkurang ketertarikannya untuk terlibat dalam kampanye langsung yang di gelar di lapangan atau pusat keramaian lainnya. 

"Selain membuat macet, masyarakat semakin berhitung apa dampak ekonomi langsung atau kompensasi ekonomis sesaat bagi mereka yang terlibat dalam kampanye pemilihan anggota legislatif (pileg) maupun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (pilpres)," ungkapnya kepada detikFinance, Rabu (9/4/2014).

Kedua, berkurangnya kepercayaan terhadap pelaksanaan pemilu dan kualitas calon serta komitmen untuk memenuhi janji-janji setelah terpilih. Hal ini merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap sepak terjang para anggota legislatif dan pejabat eksekutif di pemerintahan pusat maupun di daerah yang terlibat dalam praktek atau dugaan praktek korupsi dalam berbagai bentuknya.

"Ketiga, seiring dengan kemajuan teknologi, para pemilih yang semakin cerdas lebih mengutamakan mengenal calon yang akan dipilihnya melalui internet atau media sosial di dunia maya," jelas Muslimin.

Menurut Muslimin, masyarakat dapat sambil santai mengenal lebih jauh calon anggota legislatif maupun calon kepala daerah berikut program kerja yang ditawarkan melalui gadget di tangan atau internet di wartel.

Keempat, semakin dibatasinya penggunaan alat peraga pada Pemilu tahun 2014 sesuai Peraturan KPU No. 15/2013 tgl 22 Agustus 2013. Partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) hanya boleh memasang 1 Baliho atau billboard untuk 1 zona yaitu desa/kelurahan/kecamatan dan tidak memuat calon anggota DPR dan DPRD. 

"Selain itu parpol dan caleg hanya diizinkan untuk memasang 1 unit spanduk dengan ukuran maksimal 1,5 x 7 m untuk 1 zona. Aturan pembatasan alat peraga kampanye ini diharapkan dapat menjaga ketertiban, keamanan dan keindahan kota," tuturnya.

Banyaknya spanduk, baliho dan billboard yang biasa dipasang saat musim kampanye terkadang sangat mengganggu keindahan kota dan juga tak jarang menciptakan bentrokan antar pendukung parpol atau caleg yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Kelima, semakin berkurangnya jumlah partai politik yang ikut dalam pesta demokrasi kali ini dibandingkan pemilu semenjak tahun 1999. Jumlah partai yang ikut dalam pemilu tahun ini tercatat hanya 12 partai nasional dan 3 partai daerah di Aceh. 

Bandingkan dengan 38 partai nasional dan 6 partai daerah di Aceh yang berpartisipasi dalam Pemilu tahun 2009. Jumlah partai peserta pemilu tahun 2014 ini juga masih lebih sedikit dibanding peserta pemilu 2004 yang tercatat 24 partai politik (parpol) atau pemilu 1999 yang tercatat diikuti oleh 48 parpol.

"Keenam, Jumlah calon legislatif per partai yang bertarung pada pemilu kali ini lebih sedikit dibandingkan pemilu 2009. Jumlah caleg per partai yang ikut serta pada Pemilu tahun ini adalah 100% dari jumlah kursi di DPR/DPRD. Jumlah ini berkurang dibandingkan Pemilu 2009 yang bisa mencapai 120% dari jumlah kursi," kata Dia.

Ketujuh, KPU dan PPATK akan semakin ketat mengawasi sumber dan penggunaan dana kampanye. Hal ini sebagaimana tertuang dalam MoU Tindak Pencegahan dan Pidana Pencucian Uang (TPPU) penggunaan dana peserta pemilu yang ditandatangani KPU dan PPATK pada tanggal 4 Februari 2014.

"Parpol, calon Pemimpin Daerah, dan Capres peserta pemilu 2014 diprakirakan akan semakin berhati-hati dalam mendapatkan sumber dana maupun dalam membelanjakannya karena KPU dan PPATK akan mengambil tindakan tegas terhadap dana kampanye yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan," jelasnya.

Kedelapan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta pemerintah pusat dan daerah membekukan dana bantuan sosial sampai penyelenggaraan Pemilihan Umum 2014 berakhir dikarenakan penggunaan dana bansos menjelang pemilu sangat rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu yang memiliki kewenangan mencairkannya.

Dana bansos ini cukup besar yaitu Rp 91,8 triliun meningkat dari Rp 55,86 triliun sebagaimana tertuang dalam nota keuangan. Peningkatan sesuai Kepres tersebut disebabkan adanya perubahan posting sejumlah anggaran yang awalnya untuk belanja infrastruktur dan belanja barang menjadi belanja sosial.

"KPK juga mengingatkan para incumbent/petahana yang masih menjabat sebagai anggota DPR, DPRD, DPD, dan pegawai pemerintahan bahwa sebagai penyelenggara negara mereka dilarang untuk menerima sumbangan kampanye dalam bentuk apapun," terangnya.

Kedelapan faktor ini pada gilirannya turut menurunkan kontribusi pemilu terhadap perekonomian. 

"Bila pada tahun 2009 kontribusi pemilu mencapai 0,23%-0,26%, maka pada tahun 2014 ini hanya berkisar antara 0,07%-0,10%. Peran signifikan pelaksanaan Pemilu 2009 menyebabkan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi hingga mencapai 5,95% (yoy). Sedangkan untuk tahun 2014 ini, pelaksanaan Pemilu 9 April 2014 diprakirakan hanya dapat mendorong konsumsi rumah tangga sampai 5,85% saja," papar Muslimin.

ANALISIS:

Berdasarkan komponennya, kinerja konsumsi rumah tangga terkait kegiatan Pemilu 2014 pada triwulan I-2014 diprakirakan hampir sama dengan triwulan I-2009 yaitu banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga nonmakanan. Peran konsumsi rumah tangga yang cukup kuat juga dipengaruhi oleh dampak positif konsumsi pemerintah yang cukup besar. 

Peningkatan terbesar konsumsi pemerintah terjadi pada triwulan I 2009 yang tumbuh tinggi sebesar 19,25% antara lain dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran terkait Pemilu. Namun Pada Pemilu 2014, konsumsi Pemerintah diprakirakan tumbuh jauh lebih rendah yaitu hanya sekitar 6,75%.

Pemilu 2014 Dorong Ekonomi Indonesia

Pemilu 2014 Dorong Ekonomi Indonesia



KOMPAS.COM - Di tengah krisis global,  Pemilu 2014 bisa menjadi mesin bagi pertumbuhan perekonomian nasional hingga menyentuh 6,5 persen. Demikian disampaikan Kepala Divisi Asesmen Transmisi Moneter dan sektor Keuangan Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter, Bank Indonesia, Piter Abdullah di Bengkulu, Kamis (31/10/2013).

"Pengalaman kita dari pemilu sebelumnya itu ada dampak dampak yang cukup signifikan dari konsumsi pemilu bagi pertumbuhan ekonomi nasional, selain itu kita berharap perbaikan ekonomi global cepat terjadi sehingga itu akan berimbas positif juga bagi perbaikan ekonomi nasional," katanya.

Dia mengatakan, perbaikan ekonomi nasional yang didorong kegiatan pemilu antara lain dari belanja partai dan kegiatan para calon legislatif.

Secara umum menurut dia, hambatan ekonomi nasional pada 2014 berada pada hambatan eksternal yakni ancaman krisis ekonomi global yang memicu perekonomian nasional. Sementara dari sisi internal, imbas krisis global pada kondisi defisit neraca pembayaran.  Dua hal itu yang menjadi sorotan utama BI.

Ia mengatakan, perlambatan ekonomi pada tahun ini dari 6,5 persen menjadi 5,9 persen karena imbas pertumbuhan ekonomi global yang melambat.  Pada 2014 pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan melaju pesat dengan mulai membaiknya secara perlahan perekonomian di Amerika dan Eropa. "Kalaupun itu tidak terjadi kita masih bisa berharap dari aktifitas Pemilu," tambahnya.


Analisis :
            Menurut saya pemilu adalah kegiatan besar dalam suatu negara karena memang momen yang tidak terjadi secara rutin melainkan ada waktu tertentu, oleh sebab itu tidak salah kalau bisa kita simpulkan bahwa setia pemilu dilaksanakan pertumbuhan ekonomi kita meningkat dengan pesat

karena adanya belanja partai dan kegiatan partai politik itu sendiri namun yang perlu di perhatikan saat ini adalah bagaimana memaksimalkan pemilu untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi bukan untuk kepentingan segelintir orang saja.

Peluang Ekonomi Indonesia Tahun 2014

Ekonomi RI Tahun 2014 Akan Sama Seperti Tahun 2004 dan Tahun 2009

Pemerintah tetap optimis bahwa ekonomi Indonesia akan mampu tumbuh meski berbagai kalangan ekonom dan lembaga internasional memproyeksikan perekonomian Indonesia akan mengalami perlambatan pada tahun politik 2014.

Dana Moneter Internasional (International Moneter Fund/IMF), Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (Asian Depelopment Bank/ADB), pada Juni 2013, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 6,2 - 6,6 persen. Namun, pada Oktober lalu terjadi revisi ke bawah 5,5 - 5,8 persen.
World Bank atau Bank Dunia memprediksikan pertumbuhan PDB ekonomi Indonesia pada 2014 hanya akan berada dalam kisaran angka 5,3 persen atau turun dari 5,6 persen pada 2013.
Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop beralasan, melambatnya pertumbuhan ekonomi ini diakibatkan menurunnya investasi di bidang manufaktur dan mesin yang hanya tumbuh 4,5 persen.
“Tetapi angka tersebut masih cukup solid dan Indonesia masih menjadi negara investasi yang sangat menarik,” ujar Diop di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin 16 Desember 2013.

Diop menambahkan, defisit neraca berjalan pada 2014 dari sebelumnya USD 31 miliar menjadi USD 23 miliar atau 2,6 persen dari PDB yang disebabkan melemahnya impor dan permintaan ekspor yang meningkat.

Menanggapi proyeksi lembaga tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa tidak sepakat dengan pernyataan Bank Dunia yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 hanya 5,3 persen.

Hatta mengaku tetap optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan akan mencapai range 5,6 persen sampai 5,8 persen dengan asumsi perekonomian dunia akan lebih baik.
Menurut Hatta, pertumbuhan tahun ini cukup baik di situasi sekarang. Kalau kita lihat ekonomi dunia relatif sedikit lebih baik tahun depan dibanding 2013, mestinya kita tak lebih buruk dari pada 2013,” ujar Hatta di kantornya, Jakarta, Selasa (17/12/2013).

Hatta mengingatkan agar defisit neraca berjalan tetap dijaga dan diwaspadai karena menyangkut sentimen pasar terhadap perekonomian Indonesia. “Ini sebabnya kita gulirkan paket kebijakan dalam rangka memperbaiki persepsi pasar terhadap rupiah kita,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan, walaupun tidak mematok pertumbuhan ekonomi relatif tinggi pada 2014, namun pertumbuhan tidak boleh dipatok terlalu rendah.

Sementara Staff Ahli Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmansyah menilai, faktor dari luar seperti membaiknya ekonomi Amerika Serikat (AS) bisa menjadi alasan bagi Reserve Federal (The Fed) untuk segera menarik stimulus moneter (tapering off), yang dikhawatirkan dapat memicu gejolak di pasar keuangan berupacapital outflow. Sementara situasi di dalam negeri juga memasuki era Pemilu 2014, yang dapat mempengaruhi perkembangan perekonomian.

“Terlepas dari itu semua, tak ada yang tahu secara pasti kondisi perekonomian tahun depan. Ada peluang terbentang, ada juga tantangan yang menghadang. Tinggal bagaimana menjawab tantangan itu semua agar perekonomian nasional bisa tumbuh sesuai harapan,” ujarnya di acara Roundtable Discussion “Tantangan Dunia Bisnis di Tahun Politik 2014″ yang digelar Koran Sindo di Gedung Sindo, Jl Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (17/12/2013).
Firmansyah optimis ekonomi Indonesia mampu tumbuh di 2014 lantaran kondisi ekonomi 2013 mirip dengan gejala 2008, setahun menjelang Pemilu 2009 yang juga terjadi guncangan ekonomi. Namun terbukti Indonesia mampu melewatinya dengan baik.
“Gejala yang terjadi saat ini sama persis dengan 2008 setahun sebelum Pemilu 2009, hanya defisit transaksi berjalannya saja yang berbeda. Namun saya optimis kita mampu melewatinya dengan baik,” yakinnya. Di kesempatan yang sama, Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang justru menyamakan situasi 2014 akan seperti keadaan tahun Pemilu 2004 dimana calon presiden belum bisa diprediksi kalangan pelaku ekonomi.

“Di 2009, pasar yakin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan terpilih lagi. Kita melihatnya tidak ada saingan berarti bagi SBY saat itu. Sehingga, pasar bisa menentukan sikap waktu itu. Namun pada 2004, pasar sama sekali tidak bisa memprediksi siapa yang akan jadi pemimpin, sehingga situasi pasar sangat mudah terpengaruh berbagai isu yang ada,” jelas Edwin.

Analisa :
Menurut tanggapan saya kasus diatas menjelaskan tentang Peluang Ekonomi Indonesia di Tahun 2014. Pada tulisan tersebut dijelaskan bahwa pemerintah tetap optimis bahwa ekonomi Indonesia akan mampu tumbuh meski berbagai kalangan ekonom dan lembaga internasional memproyeksikan perekonomian Indonesia akan mengalami perlambatan pada tahun politik 2014. Tulisan diatas juga diperjelas dengan menambahkan pendapat dari beberapa orang penting di Indonesia. Salah satunya Hatta yang mengaku tetap optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan akan mencapai range 5,6 persen sampai 5,8 persen dengan asumsi perekonomian dunia akan lebih baik.

Tanggapan Syafii Maarif Pada Tulisan JK “Krisis Ekonomi, Kita Bisa Apa?”

M. Jusuf Kalla, menulis sebuah opini di Harian Kompas, edisi Senin 23/9, dengan judul “Krisis Ekonomi, Kita Bisa Apa” tulisan yang sungguh membuka mata, hati dan pikiran kita akan kemampuan Wakil Presiden RI 2004-2009 dalam memotret permasalahan bangsa dan solusi yang perlu dilakukan untuk mengatasinya.
Tulisan JK sapaan akrab M. Jusuf Kalla, di Harian Kompas ini, menunjukkan kepada kita betapa kesalahan dalam memberi obat kepada sebuah bangsa yang tengah dilanda sakit atau krisis seperti yang dialami Indonesia pada tahun 98, telah menyebabkan malpraktek yang dampaknya kita harus menanggung membayar utang triliunan rupiah hingga saat ini yang harusnya tidak menjadi beban rakyat. Bank-bank konglomerat swasta, dihalangi pemerintah hingga ratusan triliun rupiah yang justru kini jadi beban utang pemerintah karena ditalangi dari uang pinjaman luar negeri.
Krisis tahun 2008 mengingat kita pula atas bailout Bank Century, yang menyebabkan kerugian negara untuk menyelamatkan bank swasta tersebut hingga 6,7 triliun. Yang padahal saat itu bank tersebut tidaklah berefek sistemik kalaupun Century colaps.
Tetapi apakah pemerintah akan mendengar dan mempraktekkan apa yang disampaikan JK dalam tulisannya? Seperti SMS Buya Syafii Maarif yang secara khusus beliau sebarkan ke sejumlah koleganya setelah membawa opini JK di harian Kompas, bahwa;
Pak JK Yth. Saya baru baca artikel Pak JK di Kompas hari ini, cukup berani, realistik, dan visioner, tapi kepada siapa tulisan itu dialamatkan? Kepada pemerintah sekarang tidak ada gunanya, karena kepekaannya sudah lama lumpuh. Harus ada pergantian tidak saja kepemimpinan nasional, tetapi pergantian sikap pemimpin sebagai bangsa merdeka, bukan sikap manusia budak. Selamat. Maarif, cc kpd para sahabat.
Artinya kita tidak saja pesimis dari cara pemerintah dalam mengatasi krisis tetapi juga kita pesimis apakah pemerintah mau mendengar pendapat orang lain yang padahal dapat membantunya keluar dari krisis yang kini dampaknya mulai dirasakan rakyat.
Tanggapan
Menurut saya apapun apresiasi pemerintah dan pengambil kebijakan atas tulisan M. Jusuf Kalla dan tulisan tulisan serupa yang dihasilkan para cerdik cendekia lainnya. Patutlah kita mengapresiasi sikap kenegarawanan M. Jusuf Kalla, sebab di tengah kesibukannya, masih sukarela menyisakan waktu memberi sumbangan pemikiran untuk bangsanya.