Jakarta -Pemilu tahun ini diprakirakan tidak seramai ketika pemilu tahun 2004 dan 2009. Walaupun begitu, diharapkan kualitas caleg dan capres yang terpilih semakin meningkat kualitasnya.
Ekonom yang juga Dosen Program Studi Magister Akuntansi FEUI Muslimin Anwar mengungkapkan setidaknya ada delapan faktor pemicunya menurunnya kontribusi Pemilu 2014 terhadap ekonomi nasional.
Pertama, masyarakat semakin bertambah cerdas memaknai pesta demokrasi paska reformasi 1998. Setelah tiga kali digelar pemilu, masyarakat semakin berkurang ketertarikannya untuk terlibat dalam kampanye langsung yang di gelar di lapangan atau pusat keramaian lainnya.
"Selain membuat macet, masyarakat semakin berhitung apa dampak ekonomi langsung atau kompensasi ekonomis sesaat bagi mereka yang terlibat dalam kampanye pemilihan anggota legislatif (pileg) maupun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (pilpres)," ungkapnya kepada detikFinance, Rabu (9/4/2014).
Kedua, berkurangnya kepercayaan terhadap pelaksanaan pemilu dan kualitas calon serta komitmen untuk memenuhi janji-janji setelah terpilih. Hal ini merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap sepak terjang para anggota legislatif dan pejabat eksekutif di pemerintahan pusat maupun di daerah yang terlibat dalam praktek atau dugaan praktek korupsi dalam berbagai bentuknya.
"Ketiga, seiring dengan kemajuan teknologi, para pemilih yang semakin cerdas lebih mengutamakan mengenal calon yang akan dipilihnya melalui internet atau media sosial di dunia maya," jelas Muslimin.
Menurut Muslimin, masyarakat dapat sambil santai mengenal lebih jauh calon anggota legislatif maupun calon kepala daerah berikut program kerja yang ditawarkan melalui gadget di tangan atau internet di wartel.
Keempat, semakin dibatasinya penggunaan alat peraga pada Pemilu tahun 2014 sesuai Peraturan KPU No. 15/2013 tgl 22 Agustus 2013. Partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) hanya boleh memasang 1 Baliho atau billboard untuk 1 zona yaitu desa/kelurahan/kecamatan dan tidak memuat calon anggota DPR dan DPRD.
"Selain itu parpol dan caleg hanya diizinkan untuk memasang 1 unit spanduk dengan ukuran maksimal 1,5 x 7 m untuk 1 zona. Aturan pembatasan alat peraga kampanye ini diharapkan dapat menjaga ketertiban, keamanan dan keindahan kota," tuturnya.
Banyaknya spanduk, baliho dan billboard yang biasa dipasang saat musim kampanye terkadang sangat mengganggu keindahan kota dan juga tak jarang menciptakan bentrokan antar pendukung parpol atau caleg yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Kelima, semakin berkurangnya jumlah partai politik yang ikut dalam pesta demokrasi kali ini dibandingkan pemilu semenjak tahun 1999. Jumlah partai yang ikut dalam pemilu tahun ini tercatat hanya 12 partai nasional dan 3 partai daerah di Aceh.
Bandingkan dengan 38 partai nasional dan 6 partai daerah di Aceh yang berpartisipasi dalam Pemilu tahun 2009. Jumlah partai peserta pemilu tahun 2014 ini juga masih lebih sedikit dibanding peserta pemilu 2004 yang tercatat 24 partai politik (parpol) atau pemilu 1999 yang tercatat diikuti oleh 48 parpol.
"Keenam, Jumlah calon legislatif per partai yang bertarung pada pemilu kali ini lebih sedikit dibandingkan pemilu 2009. Jumlah caleg per partai yang ikut serta pada Pemilu tahun ini adalah 100% dari jumlah kursi di DPR/DPRD. Jumlah ini berkurang dibandingkan Pemilu 2009 yang bisa mencapai 120% dari jumlah kursi," kata Dia.
Ketujuh, KPU dan PPATK akan semakin ketat mengawasi sumber dan penggunaan dana kampanye. Hal ini sebagaimana tertuang dalam MoU Tindak Pencegahan dan Pidana Pencucian Uang (TPPU) penggunaan dana peserta pemilu yang ditandatangani KPU dan PPATK pada tanggal 4 Februari 2014.
"Parpol, calon Pemimpin Daerah, dan Capres peserta pemilu 2014 diprakirakan akan semakin berhati-hati dalam mendapatkan sumber dana maupun dalam membelanjakannya karena KPU dan PPATK akan mengambil tindakan tegas terhadap dana kampanye yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan," jelasnya.
Kedelapan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta pemerintah pusat dan daerah membekukan dana bantuan sosial sampai penyelenggaraan Pemilihan Umum 2014 berakhir dikarenakan penggunaan dana bansos menjelang pemilu sangat rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu yang memiliki kewenangan mencairkannya.
Dana bansos ini cukup besar yaitu Rp 91,8 triliun meningkat dari Rp 55,86 triliun sebagaimana tertuang dalam nota keuangan. Peningkatan sesuai Kepres tersebut disebabkan adanya perubahan posting sejumlah anggaran yang awalnya untuk belanja infrastruktur dan belanja barang menjadi belanja sosial.
"KPK juga mengingatkan para incumbent/petahana yang masih menjabat sebagai anggota DPR, DPRD, DPD, dan pegawai pemerintahan bahwa sebagai penyelenggara negara mereka dilarang untuk menerima sumbangan kampanye dalam bentuk apapun," terangnya.
Kedelapan faktor ini pada gilirannya turut menurunkan kontribusi pemilu terhadap perekonomian.
"Bila pada tahun 2009 kontribusi pemilu mencapai 0,23%-0,26%, maka pada tahun 2014 ini hanya berkisar antara 0,07%-0,10%. Peran signifikan pelaksanaan Pemilu 2009 menyebabkan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi hingga mencapai 5,95% (yoy). Sedangkan untuk tahun 2014 ini, pelaksanaan Pemilu 9 April 2014 diprakirakan hanya dapat mendorong konsumsi rumah tangga sampai 5,85% saja," papar Muslimin.
ANALISIS:
Berdasarkan komponennya, kinerja konsumsi rumah tangga terkait kegiatan Pemilu 2014 pada triwulan I-2014 diprakirakan hampir sama dengan triwulan I-2009 yaitu banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga nonmakanan. Peran konsumsi rumah tangga yang cukup kuat juga dipengaruhi oleh dampak positif konsumsi pemerintah yang cukup besar.
Peningkatan terbesar konsumsi pemerintah terjadi pada triwulan I 2009 yang tumbuh tinggi sebesar 19,25% antara lain dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran terkait Pemilu. Namun Pada Pemilu 2014, konsumsi Pemerintah diprakirakan tumbuh jauh lebih rendah yaitu hanya sekitar 6,75%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar